Harga pasir berasal dari kawasan Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta naik sejak gunung berapi itu memasuki fase erupsi.
"Stok pasir di depo makin tipis, satu depo saya bahkan sudah habis sehingga tutup," kata Joko, pemilik beberapa depo pasir di Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Magelang, Jumat.
Harga pasir yagn sebelum letusan Merapi, Selasa (26/10) petang, Rp78 ribu per kubik, katanya, kini naik secara bervariasi antara Rp90 ribu hingga Rp100 ribu per kubik.
Ia mengatakan, kawasan penambangan di Merapi telah ditutup terkait dengan letusan gunung berapi itu sejak Selasa (26/10) petang.
"Tidak ada lagi aktivitas penambangan, truk-truk pengangkut pasir juga tidak lagi mengangkut pasir dari lokasi penambangan di atas," katanya.
Seorang pemilik depo pasir di Srumbung, Slamet, mengatakan, tidak ada penambang yang berani beraktivitas di lokasi yang selama ini mereka gali pasirnya.
"Tidak ada yang berani naik karena situasi berbahaya, truk pengangkut pasir juga sudah dilarang naik ke penambangan sejak akhir pekan lalu," katanya.
Ia mengaku, menaikkan harga pasir sebesar Rp25 ribu per kubik dari harga sebelumnya Rp70 ribu per kubik. Sebagian pekerja penambangan pasir berupaya mencari material di pekarangan warga di sejumlah dusun setempat yang relatif tidak terlalu berbahaya dari kemungkinan erupsi Merapi.
Hujan abu yang tidak sederas Selasa (26/10) petang terlihat warga di sejumlah desa terakhir dari puncak Merapi pada Jumat akibat semburan awan panas beberapa kali pada pagi hari.
"Sempat terjadi hujan abu tetapi tidak deras, tidak seperti Selasa (26/10) petang," kata Rusman, warga Desa Mranggen, Kecamatan Srumbung.
Hujan abu tipis juga terlihat warga Desa Sumber, Kecamatan Dukun, sekitar pukul 09.30 WIB.
"Tipis hujan abunya hari ini," kata wijayanto, warga setempat. Hingga sekitar pukul 14.30 WIB Gunung Merapi dari sisi barat tertutup awan cukup tebal.
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Minertal Sukhyar mengatakan pascaletusan Gunung Merapi Selasa (26/10) masih ada ancaman lagi yakni luncuran awan panas dan lahar dingin saat terjadi hujan di puncak.
"Sampai hari ini (Jumat) masih tercatat adanya luncuran awan panas sejak pagi, mengarah ke kali Gendol dengan jarak luncur sejauh empat kilometer," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, berdasarkan pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta memang belum mendapatkan adanya indikator visual terbentuknya kubah lava baru seperti kebiasaan Gunung Merapi selama ini.
"Sesuai kebiasaan Merapi, setelah terjadinya letusan eksplosif memang diikuti dengan terbentuknya kubah aktif, awan panas yang meluncur dan guguran material dari puncak," katanya.
Ia mengatakan, jika ancaman eksplosif tidak ada lagi, maka tinggal menunggu pertumbuhan kubah lava baru.
"Melihat akibat letusan eksplosif pada Selasa lalu, memang terjadi `direct blast` yang mengarah langsung ke lereng Merapi," katanya.
Sukhyar mengatakan, kekuatan awan panas punya daya rusak yang besar menerjang apa saja di sepanjang lereng.
"Wajar saja jika di lereng selatan Merapi terlihat kerusakan cukup parah dan menghancurkan dusun Kinahrejo hingga menewaskan warga. Awan panas itu terdiri dari debu, gas, pasir, panas dan kecepatan tinggi," katanya.
"Stok pasir di depo makin tipis, satu depo saya bahkan sudah habis sehingga tutup," kata Joko, pemilik beberapa depo pasir di Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Magelang, Jumat.
Harga pasir yagn sebelum letusan Merapi, Selasa (26/10) petang, Rp78 ribu per kubik, katanya, kini naik secara bervariasi antara Rp90 ribu hingga Rp100 ribu per kubik.
Ia mengatakan, kawasan penambangan di Merapi telah ditutup terkait dengan letusan gunung berapi itu sejak Selasa (26/10) petang.
"Tidak ada lagi aktivitas penambangan, truk-truk pengangkut pasir juga tidak lagi mengangkut pasir dari lokasi penambangan di atas," katanya.
Seorang pemilik depo pasir di Srumbung, Slamet, mengatakan, tidak ada penambang yang berani beraktivitas di lokasi yang selama ini mereka gali pasirnya.
"Tidak ada yang berani naik karena situasi berbahaya, truk pengangkut pasir juga sudah dilarang naik ke penambangan sejak akhir pekan lalu," katanya.
Ia mengaku, menaikkan harga pasir sebesar Rp25 ribu per kubik dari harga sebelumnya Rp70 ribu per kubik. Sebagian pekerja penambangan pasir berupaya mencari material di pekarangan warga di sejumlah dusun setempat yang relatif tidak terlalu berbahaya dari kemungkinan erupsi Merapi.
Hujan abu yang tidak sederas Selasa (26/10) petang terlihat warga di sejumlah desa terakhir dari puncak Merapi pada Jumat akibat semburan awan panas beberapa kali pada pagi hari.
"Sempat terjadi hujan abu tetapi tidak deras, tidak seperti Selasa (26/10) petang," kata Rusman, warga Desa Mranggen, Kecamatan Srumbung.
Hujan abu tipis juga terlihat warga Desa Sumber, Kecamatan Dukun, sekitar pukul 09.30 WIB.
"Tipis hujan abunya hari ini," kata wijayanto, warga setempat. Hingga sekitar pukul 14.30 WIB Gunung Merapi dari sisi barat tertutup awan cukup tebal.
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Minertal Sukhyar mengatakan pascaletusan Gunung Merapi Selasa (26/10) masih ada ancaman lagi yakni luncuran awan panas dan lahar dingin saat terjadi hujan di puncak.
"Sampai hari ini (Jumat) masih tercatat adanya luncuran awan panas sejak pagi, mengarah ke kali Gendol dengan jarak luncur sejauh empat kilometer," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, berdasarkan pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta memang belum mendapatkan adanya indikator visual terbentuknya kubah lava baru seperti kebiasaan Gunung Merapi selama ini.
"Sesuai kebiasaan Merapi, setelah terjadinya letusan eksplosif memang diikuti dengan terbentuknya kubah aktif, awan panas yang meluncur dan guguran material dari puncak," katanya.
Ia mengatakan, jika ancaman eksplosif tidak ada lagi, maka tinggal menunggu pertumbuhan kubah lava baru.
"Melihat akibat letusan eksplosif pada Selasa lalu, memang terjadi `direct blast` yang mengarah langsung ke lereng Merapi," katanya.
Sukhyar mengatakan, kekuatan awan panas punya daya rusak yang besar menerjang apa saja di sepanjang lereng.
"Wajar saja jika di lereng selatan Merapi terlihat kerusakan cukup parah dan menghancurkan dusun Kinahrejo hingga menewaskan warga. Awan panas itu terdiri dari debu, gas, pasir, panas dan kecepatan tinggi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar